Melihat laju ekspansi manusia yang tak terkendali di hutan hutan Sumatra telah mengakibatkan berbagai hal fatal yang kadang kita tak sadari dampaknya. Berkurangnya zona lepas didalam rimba raya tentu berakibat juga kepada berkurang sumber daya makanan dan daya jelalah para penghuni rimba. Dalam hal ini secara khusus juga akan mengakibatkan konflik antara manusia dan penghuni rimba.
Konflik berdarah yang kerap terjadi dan kadang memakan korban manusia selalu menyalahkan ulah para penghuni rimba. Khususnya Harimau dan Gajah Sumatra, padahal konflik terbuka ini kerap terjadi karena adanya perlawan dari penghuni rimba karena mereka telah terganggu oleh ulah manusia itu sendiri. oleh karena itulah perlu sebuah program khusus untuk membendung laju invasi manusia kedalam rimba dengan pembentukan taman taman nasional yang dilidungi secara undang undang dan hukum negara.
Tujuan pembentukan taman nasional adalah untuk menyelamatkan
satwa dan habitat alam, termasuk Harimau Sumatera yang masuk dalam zona merah. Dengan adanya taman nasional maka diharapkan keberadaan flora dan fauna endemik Pulau sumatra dapat terjaga dari kepunahan. Taman ini juga bisa menjadi
simbol pengakuan nilai-nilai kearifan lokal dalam mengelola hutan.
Kondisi hutan hutan Sumatra yang kian hari semakin habis akibat tergerus perkembangan zaman dan jumlah populasi manusia membuat banyak wilayah hutan beralih menjadi perkebunan sawit atau hutan tanaman
industri. perkembangan ini membuat Harimau Sumatera kian tersudut. Hutan yang dulunya menjadi lokasi
perburuan makanan berubah menjadi pemukiman dan perkebunan.
Sang Datuk tak lagi bebas mencari makan seperti babi ataupun
rusa. Jalur jelajahnya banyak terputus oleh pemukiman dan perkebunan hingga tak jarang sering terjadi kasus ada harimau
masuk ke pemukiman ataupun perkebunan. Kita sebagai pendatang kadang malah mengganggap ini sebagai ancaman padahal sejatinya memang di sanalah rumah si Belang berada.
Habitat harimau Sumatera ada di Pulau Sumatera. Misalnya di
wilayah Bengkulu, harimau Sumatera diperkirakan saat ini tinggal 17 ekor di
sana. Situasi yang semakin kritis ini membuat pemerintah harus tanggap dalam menyikapinya. Mungkin salah satu yang paling tepat adalah dengan terus mendirikan berbagai Taman nasional yang dapat mengimbangi gerakan laju manusia kedalam hutan serta kelestarian satwa satwa yang terncam akibat ekspansi manusia. Berikut adalah beberapa Taman Nasional yang menjadi habitat harimau Sumatera lainnya yang telah resmi menjadi taman nasional.
Kawasan Ekosistem Leuser.
Taman Nasional Gunung Leuser dan Kawasan Ekosistem Leuser
(KEL) di Aceh menjadi habitat berbagai macam satwa. Di antaranya orang utan
Sumatera, beruang, badak, rusa, dan harimau Sumatera. Sekitar 89 jenis satwa yang tergolong langka dan dilindungi
ada di hutan Taman Nasional Gunung Leuser. Misalnya badak Sumatera, harimau
loreng Sumatera, gajah Sumatera, dan beruang madu.
Hutan Lindung Singgah Mata
Hutan lindung yang berada di Kecamatan Beutong, Kabupaten
Nagan Raya, Aceh, juga menjadi rumah harimau Sumatera. Hutan ini dikenal banyak
dihuni harimau liar.
Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan
Harimau Sumatera yang tinggal di Taman Marga Satwa dan
Budaya Kinantan Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, di antaranya harimau betina
bernama Dara Jingga dan harimau jantan bernama Bancah. Tahun lalu, Dara Jingga
melahirkan tiga ekor anak. Harimau lainnya yang bernama Sean, pada November 2016, juga
melahirkan tiga ekor harimau Sumatera juga dari induk jantan yang sama yakni Bancah.
Taman Nasional Batang Gadis
Taman Nasional Batang Gadis adalah taman nasional di
Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Luas wilayahnya 108.000 hektare.
Tujuan pembentukan taman nasional ini untuk menyelamatkan
satwa dan habitat alam, termasuk harimau Sumatera. Taman ini juga menjadi
simbol pengakuan nilai-nilai kearifan lokal dalam mengelola hutan. Salah
satunya lubuk larangan atau naborgo-borgo atau atau hutan larangan.