Tuesday, 10 July 2018

Kisah Maung Panjalu

Setelah selesai persalinan kedua anaknya maka ari-ari keduanya dimasukan ke dalam suatu pendil tanah liat kemudian diletakan begitu saja di atas sebuah batu besar ditengah hutan Panumbangan.  karena jarak tempuh sudah dekat serta rombangan dan sang dewi berada didalam keadaan suka cita yang luar biasa maka setelah beberapa saat beristirahat ditempat tersebut, rombongan segera melanjutkan perjalanannnya kembali menuju keraton Pajajaran. mereka lupa akan pendil tanah liat yang harusnya dibawa ataupun dikuburkan diareal tersebut. 

Betapa gembiranya Sang Prabu mengetahui putri dan cucunya tiba dengan selamat di keraton Pajajaran. Upacara meriah atas kedatang sang putri serta kelahiran cucunya membuat kerajaan Pajajaran mengadakan pesta besar yang sangat meriah. Sementara tak lupa Sang Prabu segera mengirimkan uusanya ke kerajaan Majapahit dan mengabarkan menantunya bahwa kini ia Telah menjadi seorang ayah. Tak lupa bahwa dia sebagai kekeknya juga meminta izin untuk merawat cucunya hinggga remaja. Lagi lagi pangeran Gajah wulung yang bijaksana mengijinkan Prabu Siliwangi untuk merawat anak anaknya.

Tahun demi tahun berlalu, kedua anak kembar tersebut tumbuh berkembang di lingkungan Keraton Pajajaran.  Prabu Siliwangi sang kakek sangatlah menyayangi mereka. Sebagai Pangeran dan Putri keraton yang mulai beranjak remaja mereka kerap menanyakan ayah mereka yang tinggal di kerajaan Majapahit. Sang kakek yang juga seorang raja yang sangat bijak kerap menceritakan ayah mereka. namun sang kakek akan mengijinkan mereka bertemu dengan sang ayah setelah mereka remaja nanti. 

Waktu terus berlalu kerinduan kepada sang ayah sudah tak mampu lagi diredam dengan cerita bahkan kebijakan sang Bunda dan sang Maharaja yang sangat menyayangi mereka. Rasa rindu yang sangat menggebu serta rasa penasaran terus menggangu pikiran kedua remaja tersebut.  Akhirnya pada suatu saat tanpa diketahui oleh Ibunda dan kakeknya serta seluruh punggawa keraton Pajajaran keduanya sepakat untuk pergi secara diam-diam menuju kerajaan Majapahit. Mereka pergi berjalan kearah timur..

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan cukup jauh akhirnya mereka tiba di suatu hutan belantara di kaki Gunung Sawal. Hutan tersebut bernama hutan Panumbangan hutan dimana belasan tahun lalu mereka dilahirkan. tentu saja sebagai remaja keraton mereka tidk tahu menahu hutan tersebut adalah tempat lahirnya.  Karena merasa letih serta haus, di tempat tersebut keduanya berhenti buat beristirahat saat menemukan sumber air. Karena terbiasa dengan kehidupan keraton melihat sumber air mereka berusaha mencari wadah untuk mengambil air tersebut. 

Setelah kesana kesini mencari wadah akhirnya salah satu dari mereka menemukan sebuah pendil tanah liat yang tergeletak begitu saja diatas sebuah batu besar. Mereka tak sadar ternyata pendil tanah liat tersebut adalah adalah tempat menyimpan ari-ari mereka saat lahir dulu.  Melihat pendil tersebut berisi air, Bongbang Larang yang sangat kehausan langsung meminumnya dengan mendekatkan pendil ke mulutnya.  Namun apa yang terjadi.  Kepala pendil tersebut tiba-tiba membesar lalu mencaplok kepala Bongbang Larang hingga tak dapat dilepaskan.

Bongbang Kancana kebingungan dengan apa yang sedang terjadi, Bongbang Kancana segera menuntun sang kakak untuk menemukan pertolongan.  Dalam kebingungan dan ketakutan mereka terus berjalan ke arah timur. Dalam perjalanan tersebut akhirnya mereka bertemu dengan seorang kakek bernama Aki Ganjar.  Setelah nendengarkan kisah mereka sang kakek kemudian meyarankan mereka untuk menemuni seseorang sakti yang tinggal di utara. Orang tersebut bernama Aki Garahang.  Dia adalah seorang pendeta hindu bergelar Pandita Gunawisesa Wiku Trenggana.


Bersambung-----------------------------------------------------------------------------------------------------------