Sajak kematian yang pernah terucap sangat indah bagaikan angin yang datang setelah hujan membawa kesejukan. Anakku Maca berkembang kuning belang hitam dan mulai membelah tingginya puncak-puncak gunung dengan tawa dan candanya yang ceria.
Ia tak mengerti apa-apa, ia masih ingin bermain dan bermain dalam lebatnya belantara Sumatra, terkadang aku tersentak manakala ia bertanya tentang raungan suara gemuruh di pinggir rimba yang menumbangkan ribuan kubik kayu setiap harinya.
Ia bertanya tetapi jawabanku hanya merupakan tatapan kosong di matanya, yang ia tahu ia dan ayahnya adalah generasi Sang Raja Rimba yang perkasa, " Maca tak takut ayah jawabnya padaku " sungguh jawaban yang membuatku sangat khawatir sebagai ayah, " Maca ayah tahu kita adalah Raja Rimba kau harus bangga nak" jawabku getir mengingat kedua pamannya yang telah musnah akibat keganasan manusia.
Embun pagi membasahi hati dan hidup ini, semua terasa indah, bagaikan kumbang yang menghisap bunga yang baru mekar. Lamunanku buyar, aku tersentak melihat Maci yang mulai tumbuh dewasa ia gadis yang rajin dan penuh semangat, setiap hari ia bernyanyi dalam auman yang merdu di telingaku, Tak kala roda kehidupan bergeming dalam nyayian syahdu, hentakan keras mendasar di relung hati membawa kenangan yang terburuk.
"Maci Putiku..Duduk dekat ayah nak, "kamu jangan tanyakan tentang pamanmu lagi yah mereka sedang merantau di surga, jika kamu rindukan mereka berdoalah agar mereka bahagia," kulihat wajah Maci sangat ceria mendengar paman pamannya bahagia di surga.. " Ayah jika paman Harimau Jawa dan Paman Harimau Bali nanti datang beri tahu aku yah ayah, aku tak mau jika aku sudah tumbuh besar dan cantik mereka tidak mengenali aku sebagai kemenakan mereka, uhh."
Dadaku bergetar keras air mata yang kutahan meleleh deras bagai mata air kehidupan, Maci putriku menjawab dengan polos tentang surga yang kukatakan, ya Tuhan hatiku sangat perih, adakah kedua buah hatiku ini selamat sampai kelak mereka bisa berkelana mengarungi luasnya Rimba Sumatra.
Yaa Tuhan jika mengingat dua saudaraku Harimau Jawa dan harimau Bali aku benar-benar takut dan khawatir. Lindungi kami yaa Tuhan. Izinkan aku dan istriku menggendong cucu-cucu kami kelak.
Bayang-bayang Maca dan Maci yang hilang tersayat oleh kerakusan manusia membuatku menangis.
Aku dan istriku hanya bisa tertawa getir. Rasanya aku ingin marah. hmmm apa daya, taring dan cakarku tak berdaya diujung senjata. Embun pun mulai menghilang, di telan panas mentari yang menguapkan kelembutan rimba disaat fajar.
Dalam keheningan Rimba aku bertanya ?? Apakah esok kami masih bisa bersama menikmati rimbun rimba dengan auman manja. hmm entahlah. Selamat atau tidak masih jadi pertanyaan terbesar dalam hidupku. Semoga terbaca oleh para pencintaku ( Tiger dan Tigris sepasang Raja Rimba yang kehilangan kerajaannya. )