Harimau Jawa atau dikenal dengan sebutan Macan Lodaya dalam
bahasa latin Panthera Tigris Sondaica adalah subspesies harimau yang hidup
terbatas di Pulau Jawa ( endemik ). Sayangnya satwa yang pernah menguasai
belantara Jawa selama berabad abad ini telah dinyatakan punah pada awal tahun
1980 an. Kepunahan Harimau Jawa adalah pil pahit yang harus ditelan oleh
generasi muda sekarang ini, dimana kita hanya bisa mendengar kisah-kisah
kegagahan dan kesangaran Harimau Jawa dari orang orang tua yang telah ada di jaman
Harimau Jawa masih tersisa.
Dibumi Pasundan Harimau Jawa lebih dikenal sebagi Maung,
hewan yang sangat disegani bahkan sangat dihormati oleh masyarakat Sunda hingga
detik ini. Hewan Perkasa ini merupakan ikonik Tanah Pasundan karena dianggap
sebagai peliharaan dan jelmaan Prabu Siliwangi beserta seluruh balantentaranya
yang muksa di daerah Sancang Garut.
Dijawa Tengah Harimau Jawa
disebut sebagai Sima, Si Mbah atau si Belang. Dan sempat menjadi
permainan meriah pada tahun 1800 an
hingga awal tahun 1900 yang dikenal dengan nama Rampongan Sima. Acara yang
kerap digelar masyarakat adat Jawa di awal abad 19 ini merupakan pertunjukan
maut bagi Harimau-Harimau Jantan Jawa yang kalah kuat dari lawan tandingnya.
Karena kehebatannya serta mitos mitos yang begitu lekat bagi
seluruh masyarakat di Tanah Jawa, Penjajah Belanda perlu untuk membuktikan
kepada masyarakat Jawa tradisional bahwa mereka lebih kuat dan lebih hebat dari
harimau dengan mengadakan perburuan dan pembantaian Harimau Jawa. Pembantaian
yang dimulai sejak awal 1901 hingga awal 1940 telah sukses menjadikan
pemerintah Kolonial Belanda sebagai penanggung Jawab penuh atas rantai
kepunahan Harimau Jawa dimasa yang akan datang.
Semakin Hari Harimau Jawa semakin Habis. Bertambahnya
populasi penduduk Jawa serta berkurangnya hutan hutan sebagai habitat mereka
membuat keadaan semkin rumit. Manusia yang menjarah Lahan mereka memperparah
keadaan dengan mengannggap hewan ini sebagai hama atau pemburu berdarah dingin
yang harus dibasmi sampai ke akar akarnya.
Rendahnya kesadaran masyarakat serta lilitan ekonomi yang
mengguncang Nusantara membuat usaha-usaha untuk melestarikan hewan gagah ini
tidak terlalu diperhatikan pada era orde
lama. Setali dua uang disaat Orba berkuasapun tidak nampak keseriusan dari
pemerintah untuk menyelamatkan hewan ini dari kepunahan. Terbukti jumlah
populasi mereka semakin menurun, sempat tercatat sebanyak lebih kurang 50
ekor harimau Jawa masih hidup di alam
bebas pada era 1950 an dan kemudian menurun drastis menjadi tinggal 25 ekor
pada era 1960an dan terus menurun hingga awal tahun 70 an, kira-kira 13 ekor
berada di Taman Nasional Ujung Kulon. Sepuluh tahun kemudian angka ini kian
menyusut. Pada tahun 1972, hanya ada sekitar 7 harimau yang tinggal di Taman
Nasional Meru Betiri.
Harimau yang tergusur diatas tanahnya sendiri kemudia resmi
menjadi legenda pada awal 1980an dimana Harimau Jawa yang tersisa 3 ekor
dijagad raya ini tidak mendapatkan perhatian yang serius dari pihak pihak yang
berkompenten. Meru Betiri adalah saksi bisu musnahnya legenda Tanah Jawa yang
gagah perkasa akibat kerakusan dan kemunafikan manusia dalam mengelola alam
raya ini.