Friday, 21 September 2018

Harimau Jawa Dalam Sejarah

Sekitar tahun 1800 sampai dengan awal 1900-an Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) masih banyak ditemukan di seluruh pelosok Pulau Jawa. Bagi penduduk lokal yang tinggal di daerah pinggiran hutan dan desa desa serta oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda saat itu Harimau dianggap sebagai hama karena seringkali mencuri dan memangsa hewan ternak  seperti kambing dan sapi.

Meledaknya populasi penduduk Jawa serta meningkatnya pembukaan perkebunan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda membuat pembabatan hutan untuk dialih fungsikan sebagai lahan perkebunan dan pertanian membuat ruang hidup Harimau Jawa semakin terdesak. Ekploitasi besar besar hutan hutan di Pulau Jawa membuat konflik baru antara manusia dengan harimau. Akibat konflik berkepanjangan ini akhirnya nasip Harimau Jawa menjadi tragis dan dinyatakan Punah untuk selamanya dari muka Bumi.  
Namun bagaimanapun juga kisah tentang Harimau Jawa tetap menjadi bagian dari misteri yang hingga saat ini masih kerap diperdebatkan. Saya sendiri meyakini jika Si Belang masih ada entah dibagian mana di daratan Pulau Jawa ini walaupun sebagian ahli satwa liar meyakini Taman Nasional Meru Betiri di Jawa Timur sebagai habitat terakhir bagi Harimau Jawa. Setidaknya hingga tahun 1980-an, 3 ekor Harimau Jawa diperkirakan masih hidup di sana.

Usaha paling kuat dilakukan pada dekade awal tahun 90-an yaitu TN Meru Betiri yang didukung oleh WWF Indonesia berinisiatif memasang kamera jebak untuk memastikan keberadaan Harimau Jawa yang masih tersisa. 19 titik yang diduga menjadi daerah perlintasan harimau Jawa dipasangi kamera jebak. Pemantauan serta survei juga dilakukan terhadap jejak dan kotoran yang ditinggalkan Harimau Jawa.  Usaha ini dilakukan selama setahun penuh dari Maret 1993 hingga Maret 1994. 

Namun hasil pemantauan selama setahun tersebut tidak berbuah manis karena selama kurun waktu tersebut berlalu tak satu pun foto dan jejak Harimau Jawa berhasil ditemukan, bahkan fakta yang sangat menyakitkan tentang Harimau Jawa pernah dirillis pada tahun 1996 menyatakan berdasarkan hasil survei IUCN secara resmi menyatakan bahwa Harimau Jawa telah punah dari muka bumi untuk selamanya. 

Kepunahan yang menjadi misteri tetap menyisakan misteri dengan adanya sebuah bukti baru, sebuah objek yang diduga sebagai Harimau Jawa tertangkap kamera petugas Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang pada 25 Agustus 2017 silam. Petugas menduga itu adalah Harimau Jawa karena Taman Nasional Ujung Kulon merupakan habitat kucing besar tersebut. Pada 1950-an, ketika populasi Harimau Jawa hanya tinggal 25 ekor, kira-kira 13 ekor berada di Taman Nasional Ujung Kulon.

Dibandingkan dengan subspesies lainnya, bentuk tubuh Harimau Jawa termasuk yang paling unik dan gagah.  Kepala harimau Jawa terlihat kecil untuk ukuran badannya yang agak besar, panjang dan ramping. Bentuk kepala juga lebih pipih dengan hidung yang sempit dan panjang. Ukuran tubuh rata-rata Harimau Jawa lebih besar dari Harimau Sumatera dan Harimau Bali. Bahkan sedikit lebih besar dari Harimau Malaya dengan panjang rata-rata 200-245 cm. Berat jantan berkisar antara 100-140 kg dan betina berkisar antara 75-115 kg. 

Warna kepala kuning kemerahan gelap dengan sedikit surai yang tumbuh di dagu atau leher. Pipi di dominasi warna putih dengan 2 garis loreng berwarna kontras yang tebal. Leher Harimau Jawa terlihat lebih jenjang. Kaki agak panjang dengan ukuran telapak kaki yang sangat besar.
Pola belang Harimau Jawa juga unik dibandingkan subspesies lainnya. Harimau Jawa memiliki jumlah belang yang paling banyak (dapat mencapai total lebih dari 100 garis belang per ekor). Bentuk belangnya juga sangat tipis dan panjang dengan jarak yang rapat terutama di bagian paha dan sekitarnya.

Anehnya lagi, belang Harimau Jawa hanya terkonsentrasi di bagian belakang tubuh. Saat mencapai bagian perut, garis belang tampak menghilang secara tiba-tiba. Setengah bagian perut hingga bagian depan pun terlihat lebih polos  dengan jumlah garis belang yang minim.

Diolah dari berbagai sumber.