Pada jaman dulu hiduplah seorang pertapa muda yang sangat sakti. Dia tinggal disebuah gubuk terpencil di tengah hutan. Karena kesaktiannya dia dapat bercakap-cakap dengan binatang penghuni hutan itu. Pada suatu hari ketika dia sedang duduk bersemedi di luar gubuknya, tiba datanglah seekor rusa dengan tergesa-gesa. Nafasnya naik turun dan gemetaran. Rupa-rupanya sang rusa sedang dibuu oleh seekor harimau besar yang lapar. Hmm.. Harimau itu pastilah hendak menyantapnya.
“Tolonglah aku wahai pertapa,” berkata sang Rusa dengan memelas, “jika aku dimangsanya, siapa nanti yang akan memberi susu dan mencarikan makan anak-anakku?” Mendengar jeritang hati sang Rusa si pertapa merasa iba dan berjanji untuk menolongnya. Lalu dia berkata,” Bersembunyilah ke dalam gubukku, biar aku sendiri yang akan menghadapi harimau itu”.
Benar saja, tak selang berapa lama sang harimaupun tiba. Tanpa basa basi dia langsung menanyakan perihal sang Rusa kepada si pertapa, sebagai pertapa tentulah dia akan berkata jujur, “jika begitu bawalah rusa itu kepadaku,” ancam harimau. “atau aku sendiri yang akan mengambilnya”.
“Bersabarlah engkau harimau,” kata pertapa. Lalu sang petapa mengajukan tawaran lain untuk melindungi sang rusa yang tengah bersembunyi. “Kalau engkau mau, biarlah kutukar rusa itu dengan tangan kiriku”.
Hmmm, tawaran yang menarik bagi si raja hutan tentunya. Harimau pun langsung setuju. Dia berpikir, soal rusa bisa diusahakannya lagi di lain hari. “Baiklah, walau aku tak mengetahui rasanya daging manusia,” balas si harimau, “mudah-mudahan tidak mengandung lemak tak jenuh ganda.”
Mendengar jawaban harimau, sang pertapa langsung memutus tangan kirinya. “Ini, makanlah,” katanya seraya menyerahkan potongan tangan kirinya tersebut ke mulut harimau. “Haumm !!!!” harimau segera menyambar dan menggondolnya, lalu pergi meninggalkan pertapa yang buntung sebelah tangannya.
Di tempat persembunyiannya sang rusa menyaksikan semuanya. Sungguh mati dia sangat terkejut. Bahkan dia sendiri tak sanggup berkata apa-apa melihat pengorbanan yang luar biasa dari sang pertapa muda. Akan tetapi, rupa-rupanya itu belum seberapa. Keterkejutan sang rusa menjadi lebih berlipat lagi manakala menyaksikan tangan kiri si pertapa tumbuh lagi dan kembali utuh, tanpa kurang suatu apa. “Sekarang pulanglah,” kata si pertapa sakti seolah tak terjadi apa-apa, “lain kali engkau harus lebih berhati-hati.”
Setelah berterima kasih rusa itu pun pamit. Sebenarnya dalam hati dia masih ingin bertanya-tanya, tapi segera diputuskannya untuk pulang secepatnya. Di sarang si raja hutan, saat dia tengah menyantap tangan kiri pertapa, muncul pikiran-pikiran jahatnya. Alangkah mudahnya mencari makan? Kenapa tidak aku ulangi saja caranya? Ya..dengan sedikit k ebohongan , aku tak perlu capek-capek mengejar mangsa? Sambil tersenyum-senyum harimau yang licik ini membayangkan rencananya.
Besok dia akan mendatangi si pertapa. Lalu dengan sebuah cerita palsu dia akan memperdayainya. Mudah-mudahan dengan cara seperti itu dia akan mendapatkan tangan yang sebelah kanan.
Benar saja, esoknya harimau mendatangi sang pertapa. Setelah berhadap-hadapan harimau menceritakan kisah palsunya tentang rusa lain yang hendak dimangsanya. Harimau itu berkata, “kalau aku mau rusa itu pasti sudah berada di dalam perutku.”
Si pertapa bukan tidak mengetahui kecurangan harimau. Dia mengiyakan saja kebohongan harimau, bahkan ketika si harimau menuntut pertukaran nyawa sang rusa tadi dengan tangan kanannya.
Diberikanlah tangan kanannya itu. Harimau segera menyambarnya karena berpikir pertapa itu sudah buntung sebelumnya. Senanglah si harimau karena akal bulusnya berjalan sesuai dengan rencana. Dia kembali ke sarangnya dan kembali melahap tangan pertapa.
Tetapi apakah semuanya cukup memuaskan harimau si raja rimba? Ternyata tidak. Menurutnya jika pertapa itu sudah kehilangan kedua tangannya, mudah saja bagi dia untuk memangsanya. Harimau bergegas ke luar dari sarangnya dan kembali menuju gua pertapaan. Sampai di mulut gua, harimau membulatkan niat jahatnya. Dia menerobos ke dalam. Nafsunya untuk menerkam si pertapa sebesar rasa laparnya untuk kembali merasakan lezatnya daging manusia.
Namun kali ini harimau terkecoh. Dia tidak menemui pertapa buntung seperti yang disangkanya, melainkan seorang pertapa bertangan utuh dengan sebilah tongkat kayu yang dibawanya. Sudah kepalang basah, harimau bukannya bersurut langkah justru menerkam dan mengaum dengan ganasnya. Maka terjadilah pertarungan yang seru antara harimau dan pertapa. Gigitan dan cakaran harimau berbalas pukulan dan sabetan tongkat pertapa.
Anehnya, tidak ada satu lukapun dialami pertapa sakti itu. Kondisi sebaliknya , justru tubuh harimau itu kerap menjadi sasaran. Singkat cerita akhirnya harimau terluka parah dan menyerah. Dia merasa sangat kesakitan dan tergolek tak berdaya. Di sekujur tubuhnya penuh bekas pukulan dan sabetan tongkat pertapa yang membentuk garis belang-belang. Si pertapa bukan bermaksud untuk membunuh harimau melainkan ingin memberinya pelajaran.
Setelah harimau berjanji untuk tidak mengulangi kesalahannya lagi, si pertapa menyembuhkan luka-luka yang dialaminya. Harimau segera sembuh. Sakitnya hilang, tetapi tidak dengan bekas luka-lukanya.Warna belang-belang hitam di tubuh harimau itu seolah mengajarkan agar harimau selalu berbuat kebaikan. Sampai sekarang bekas garis belang-belang hitam di tubuh harimau pun masih bisa kita saksikan. Demikianlah dongeng asal-usul harimau berkulit belang.