Tuesday, 27 February 2018

The Ghost and the Darkness ( Singa Setan Sang Penyantap Daging Manusia )


Pada tahun 1898, Kerajaan Inggris memulai konstruksi pembangunan jembatan kereta api di atas sungai Tsavo di Kenya. Lokasi yang terletak didaerah padang gurun yang dipenuhi oleh singa singa buas pada awalanya tidak menjadi masalah yang serius. Namun akibat banyaknya pekerja dan banyaknya buruan alami mereka yang diburu juga oleh para pekerja singa singa mulai kekurangan makanan dan beralih daerah kekuasaan untuk menghindari konflik dengan manusia.

Tetapi tidak bagi dua singa jantan yang menghuni gua disekitar sungai tsavo, mereka memutuskan untuk tetap tinggal dan mulai merubah selera mangsa mereka menjadi pemangsa manusia.  Kurang lebih sembilan bulan proyek berjalan kedua singa memulai operasi berdarah mereka, yaitu dengan memulai menyerang para pekerja. Pada awal-awal aksinya kedua singa tersebut menyergap dan membunuh para pekerja dari tenda-tenda mereka kemudian menyeretnya ke semak-semak dan melahapnya pada malam hari.

Korban korban mereka semakin hari semakin bertambah. Dari usaha gerilya pada siang dan sore hari berubah menjadi pembunuhan frontal setiap saat. Mereka menjadi jauh menjadi lebih berani dan menakutkan bahkan kini mereka tidak lagi menyeret korban-korbannya menjauhi tenda tetapi mulai memangsa mereka didalam tenda mereka sendiri.  Kegemparan dan ketakutan mulai menyelimuti setiap orang yang terlibat dalam proyek pekerjaan tersebut.

Desas desus mulai beredar dan banyak yang mempercayai bahwa kedua singa tersebut bukanlah singa biasa melainkan setan atau mungkin reinkarnasi dari raja-raja lokal kuno yang berusaha untuk mengusir penjajah Inggris dari tanah mereka. Dua ekor singa pemakan manusia ini berjuluk The Ghost dan The Darkness. Para pekerja begitu takut hingga ratusan dari mereka mulai melarikan diri dari Tsavo. Keadaan ini membuat pembangunan jembatan kereta api itu dihentikan untuk sementara karena tidak seorang pun dari mereka yang ingin menjadi korban berikutnya dari sang "singa setan"

Situasi ini memaksa Chief Engineer yang bertanggung jawab atas proyek jembatan kereta api Tsavo John Henry Patterson mengambil langkah strategis yaitu harus menghentikan rantai pembunuhan dengan membunuh sang singa setan yang sangat mengganggu proyek. Keputusan ini hampir saja mengakhiri karir dan jiwanya.  JHP nyaris saja terbunuh oleh sang singa, tetapi karena tanggung jawab dan keberaniannya ia berhasil menembak mati salah satu singa pembunuh tersebut.  Singa pertama berhasil ia bunuh pada bulan Desember 1889 dan dua minggu kemudian ia berhasil menembak dan membunuh singa setan yang kedua.

Tercatat didalam sejarah bahwa ke dua singa tersebut telah membunuh dan menyantap kurang lebih 140 orang. Karena banyaknya korban yang berjatuhan JH Patterson berusah mencari lokasi persembunyian kedua singa tersebut. Usaha tersebut berujung manis dengan ditemukannya sarang sang predator yang terletak di sebuah gua dekat tepi sungai Tsavo. Di areal ini banyak sekali tulang belulang manusia serta potongan pakaian dan ornament sisa dari para pekerja. Gua berdarah ini masih tetap ada hingga hari ini. Meskipun banyak tulang belulang  yang telah diangkat namun masih ada yang melaporkan bahwa didalam sana masih banyak terdapat tulang belulang manusia yang tersisa.

Namun baru-baru ini beberapa ahli sejarah mengklaim bahwa singa hanya makan sekitar 35 korban manusia tetapi hal ini bukan berarti mereka tidak membunuh banyak orang. Seperti pemakan manusia pada umumnya mereka dilaporkan sering membunuh bahkan ketika tidak lapar. Saat ini, sang pemakan manusia ini (atau lebih tepatnya, boneka mereka) dapat dilihat di Museum Field di Chicago, dan pemerintah Kenya telah menyatakan minatnya untuk membangun sebuah museum yang didedikasikan sepenuhnya untuk mereka.